26.4.12

EXPO MHTI Makassar


Kamis, 26 April 2012

Lepas sholat Ashar, barengan dengan Muji, kami lansung tancap gas ke perhelatan Expo Muslimah Hizbut Tahrir di pelataran Baruga AP.Pettarani Unhas. Acara besutan MHTI chapter Kampus ini mengangkat Tema sentral “Khilafah: Model Cemerlang Penyelamat Perempuan dan Generasi”.
=====
      Begitu memasuki Baruga AP Pettarani telah terpampang Pigura dengan Tulisan Ahlan Wa Sahlan yang berarti Selamat Datang. 
Dari kejauhan pula senyum lebar dan manis dari Ka Icha si pagar betis oppzz pagar ayu maksudnya sudah menyambut kedatangan J. Jadi semangat euyyyy..



===========
                Secara keseluruhan Stand utama dari Expo ini ada 3, yang sekaligus mewakili dari masing-masing sektor kampus di Makassar. Stand UNM yang menggambarkan suasana masa lalu, yakni kecemerlangan Islam dalam naungan Daulah Khilafah, ada juga Stand UIN, UMI beserta kampus swasta yang menggambarkan suasana masa kini, era di masa Kapitalisme, dan tak ketinggalan Ahlul Bait Stand Anak2 Unhas yang menjelaskan metode yang harus ditempuh/diperjuangkan untuk kembali mencapai kejayaan Islam.
intinya sih menggambarkan tentang:
* Masa Lalu
*Masa Kini dan
*Masa Depan

Selain stand2 tersebut, layaknya dalam sebuah pameran ada juga ragam kuliner, Photography, jualan buku, jilbab dan lainnya


=======

                Disudut paling kiri sudah ada Stand yang mencolok dari akhawat Mahally UNM dengan background Masjid berkubah Emas.

“kenapa memakai background masjid?” todongku kepada Muthmainna, yang jaga stand sore itu
“karena di masa Rosulullah, Masjidlah yang menjadi titik awal tersebarnya Islam, dari Mesjid terlahirlah aturan-aturan mengenai Ekonomi, Politik, Sosial dan yang lainnya

“hemmm yah..yah” kataku sembari menganguk-angguk dan melanjutkan langkahku ke Stand UMI dkk yang tepat berada disampingnya. Stand yang didalamnya ada juga hasil tanganku…hehehe.

Panitia menyambutku dengan hangat senyumnya heheh (mau di foto kali yah?)
                UMI dkk menggambarkan suasana masa kini yang berada dalam genggaman kapitalisme. “SELAMAT DATANG DI NEGERIKU” tulisnya  dipigura terdepan. 

=====

Memasuki stand "kapitalisme", langsung di sambut dengan

"orang-orangan" tokoh wanita2 terkenal yang ada di negeri ini, merekalah sang penjaga eksistensi Kapitalis; ada Musdah Mulia dari JIL, Sri Mulyani dan Endang si pengekor US-Amerika, serta Ibu Negara Ani Yudhoyono.
Data2 "prestasi" dan pengkhiatan mereka dikupas habis! biar pengunjung tak tertipu lagi dengan  omongan dan senyum  mereka
                Miris sih sebenarnya berada di dalam stand ini. Bukan karena standnya jelek, bukan. Tapi apa yang ditampilkankan dalam stand ini betul-betul menggambarkan realitas kehidupan kapitalis; kemiskinan, ketimpangan ekonomi, masalah social pokoknya komplit.
Ahhhh tak mau lagi aku berada lama dalam kubangan Kapitalis, segera kuberlalu menuju stand Unhas.
=======
        Stand Cantik dengan warna yang didominasi coklat, ahaii rasa feminine sangat terasa ^^. Kulihat artikel-artikel menarik terkait dengan pergerakan menuju perubahahan hakiki, titik awal Hizb, metode pergerakannya and also artikel khusus gerak Hizb di Indonesia dari era 90-an hingga kini. Dan kurasa makin teranglah revolusi itu, revolusi berkah penuh damai.
Yang istimewa di setiap stand tentu saja kita selalu di dampingi para SPG (Stand Promotion Girl) hehehe maksa.com. Mereka tak lelahnya menjawab pertanyaan pengunjung terkait artikel. 
========

Expo Muslimah ini dirangkaikan juga dengan Diskusi Publik, Mega Training, dan Diskusi terbatas

(Insya Allah akan  ada  tulisan terkait acara tersebut so aku pamit dulu…karena rangkaian acaranya di mulai besok dan lusa.)

Nb:
Dari Panitia kudapat info, hari ini jumlah pengunjung ada 150. Semoga besok dan lusa akan bartambah dan bertambah lagi, dan menjadikan opini syari'ah Khilafah semakin berkembang. Hingga pertolongan itu tiba, Takuunu Nubuwah ala minhaaji Nubuwwah. Aamiin.

*to be Continued* ^^v

25.4.12

Dulu, Kini dan Nanti

Meneropong Masa Depan

*2011*

4 tahun lalu aku masih bimbang akankah melanjutkan sekolah tinggiku di universitas ini. Universitas islam yang awalnya sama sekali tidak masuk dalam hitunganku; universitas yang baru saja beralih dari sebuah institute di tahun kelulusan High School-ku . Universitas yang tidak ingin aku masuki karena aku sudah bosan belajar agama di pesantren sehingga aku membutuhkan suasana yang lebih “wah”. Lebih tepatnya seperti ayam yang baru lepas dari kandangnya
                Awalnya aku lebih memilih mendaftarkan diri di universitas negeri bergengsi dengan pilihan jurusan yang juga kursinya menjadi  rebutan, bahasa inggris. 
Namun di detik terakhir pendaftaran di universitas favorit itu tiba-tiba aku bimbang, bagaimana jika aku tidak lulus? Sementara Aku juga tidak mau melanjutkan perguruanku di universitas swasta. Akhirnya tanpa ditemani dan dikawal siapa-siapa akupun mengambil formulir disana; di universitas Bergenre Islam.
                 Sebulan berlalu tibalah masa pengumuman SPMB di Koran, aku kaget tapi sekaligus bersyukur ternyata aku lulus di dua univesitas tersebut. Kembali lagi kebimbangan yang terjadi, which one I must choose?? Agama atau bahasa inggris? Universitas umum atau universitas Islam? Bismillah wa bi idznillah finally kumemilih Islamic education, pilihan yang sebenarnya sangat berat bagi siswa yang baru saja meninggalkan bangku SMAnya, dimana seluruh beban masa depannya dibebannya sendiri tanpa ada tempat bertanya dan share. Jangan harap aku akan menelpon ibuku, kerena ia sepenuhnya mempercayakan kepadaku. Bertanya ke senior? I do know where are them. Dan lagian aku baru mempunyai handphone lagi setelah resmi manjadi maba di semester satu. Setelah SPP dan kontrakanku lunas.

23.4.12

Kesaksian Iblis


Dari Muadz bin Jabal dari Ibu Abbas: Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW di kediaman seorang sahabat Anshar, terdengar panggilan seorang dari luar rumah: ”wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? Sebab kalian akan membutuhkanku“ Rasulullah bersabda: ”Tahukah kalian siapa yang memanggil?” Kami menjawab: “Allah dan rasulNya yang lebih tahu”. Beliau melanjutkan, “itu iblis, laknat Allah bersamanya. ”Umar bin Khattab berkata: “izinkan aku membunuhnya wahai Rasullulah”. Nabi menahannya: “Sabar wahai Umar, bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat? Lebih bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan untuk ini, pahamilah apa hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik”.
Ibnu Abbas RA berkata: pintu lalu dibuka, ternyata dia seperti seorang kakek yang cacat satu matanya. Di janggutnya terdapat 7 helai rambut seperti rambut kuda, taringnya terlihat seperti taring babi, bibirnya seperti bibir sapi. Iblis berkata: “Salam untukmu Muhammad. Salam untukmu para hadirin”, Rasulullah SAW lalu menjawab: “Salam hanya milik Allah SWT sebagai makhluk terlaknat, apa keperluanmu?” 
Iblis menjawab: ”Wahai Muhammad, aku datang ke sini bukan atas kemauanku, namun karena terpaksa”.
“Siapa yang memaksamu?”
“Seorang malaikat utusan Allah mendatangiku dan berkata: Allah SWT memerintahkanmu untuk mendatangi Muhammad sambil menundukan diri. Beritahu Muhammad tentang caramu dalam menggoda manusia. Jawablah dengan jujur semua pertanyaannya. Demi kebesaran Allah, andai kau berdusta satu kali saja, maka Allah akan jadikan dirimu debu yang ditiup angin.”
“Oleh karena itu aku sekarang mendatangimu. Tanyalah apa yang hendak kau tanyakan. Jika aku berdusta, aku akan dicaci oleh setiap musuhku. Tidak ada sesuatu pun yang paling besar menimpaku daripada cacian musuh”.
*Orang yang dibenci Iblis*
Rasulullah SAW lalu bertannya kepada iblis: “Kalau kau benar jujur, siapakah manusia yang paling kau benci?” iblis segera menjawab: “Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah makhluk Allah yang paling aku benci.”
“Siapa selanjutnya?” tanya Rasulullah
“Pemuda yang bertaqwa memberikan dirinya mengabdi kepada Allah SWT.”
“Lalu siapa lagi?”
“Orang alim dan wara’ (loyal)”
“Lalu siapa lagi?”
“Orang yang selalu bersuci.”
“Siapa lagi?”
“Seorang yang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain?”
“Apa tanda kesabarannya?”
“Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, Allah akan memberi pahala orang – orang yang sabar”.
“Selanjutnya apa?”
“Orang yang bersyukur”
“Apa tanda kesukurannya?”
“ia mengambil kekayaannya dari tempatnya, dan mengeluarkannya juga dari tempatnya”.
“Orang seperti Abu Bakar menurutmu?”
“Ia tidak menurutiku di masa jahiliyah, apalagi dalam Islam.”
“Umar bin Khattab ?”
“Demi Allah setiap berjumpa dengannya aku pasti kabur.”
“Usman bin Affan?”
“Aku Malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya.”
“Ali bin Abi Thalib?”
“Aku berharap darinya agar kepalaku selamat, dan berharap ia melepaskanku dan aku melepaskannya. Tetapi ia tak akan mau melakukan itu.” (Ali Abi Thalib selalu berdzikir terhadap Allah SWT).
*Amalan yang Dapat Menyakiti Iblis*
“Apa yang kau rasakan jika melihat seseorang dari umatku yang hendak shalat?”
“Aku merasa panas dingin dan gemetar,” “kenapa?”
“Sebab, setiap seorang hamba bersujud 1x kepada Allah, Allah mengangkatnya 1 derajat.”
“Jika seorang umatku berpuasa?”
“Tubuhku terasa terikat hingga ia berbuka.”
“Jika ia berhaji?”
“Aku seperti orang gila”
“Jika ia membaca al – qur’an?”
“Aku merasa meleleh laksana timah di atas api”
“Jika ia bersedekah”
“ Itu sama saja orang tersebut membelah tubuhku dengan gergaji”
“Mengapa bisa begitu?”
“Sebab dalam sedekah ada 4 keuntungan baginya. Yaitu keberkahan dalam hartanya, hidupnya disukai, sedekah itu kelak akan menjadi hijab antara dirinya dengan api neraka dan segala macam musibah akan terhalau dari dirinya”
“Apa yang dapat mematahkan pinggangmu ?”
“Suara kuda perang di jalan Allah”
“Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?”
“Taubat orang bertaubat”
“Apa yang dapat membakar hatimu?”
“Istighfar diwaktu siang dan malam”
“Apa yang dapat mencoreng wajahmu?”
“ Sedekah yang diam – diam”
“ Apa yang dapat merusak wajahmu?”
“ Shalat fajar”
“ Apa yang dapat memukul kepalamu?”
“Shalat berjama’ah”
“ Apa yang paling mengganggumu?”
“ Majelis para ulama”
“ Bagaimana cara makanmu?”
“ Dengan tangan kiri dan jariku”
“ Dimanakah kau menaungi anak – anak mu dimusim panas?”
“ Dibawah kuku manusia”
*Manusia Yang Menjadi Teman Iblis*
Nabi lalu bertanya : “Siapa temanmu wahai Iblis?”
“Pemakan riba”
“Siapa sahabatmu?”
“ Pezina”
“ Siapa teman tidurmu“
“ Pemabuk “
“ Siapa utusanmu?”
“ Tukang sihir”
“ Apa yang membuatmu gembira?”
“ Bersumpah dengan cerai”
“ Siapa kekasihmu?”
“ Orang yang meninggalkan shalat jum’at”
“ Siapa manusia yang paling membahagiakanmu?”
“ Orang yang meninggalkan shalatnya dengan sengaja”
*Iblis Tidak Berdaya Di hadapan Orang yang Ikhlas*
Rasullullah SAW lalu bersabda: ”Segala puji bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu”.
“Iblis segera menimpali: “tidak. Tak akan ada kebahagiaan selama aku hidup hingga hari akhir. Bagaimana kau bisa berbahagia dengan umatmu, sementara aku bisa masuk ke dalam aliran darah mereka dan mereka tak bisa melihatku. Demi yang menciptakan diriku dan memberikanku kesempatan hingga hari akhir, aku akan menyesatkan mereka semua. Baik yang bodoh, atau yang pintar, yang bisa membaca dan tidak bisa membaca, yang durjana dan yang saleh, kecuali hamba Allah yang ikhlas”
“Siapa orang yang ikhlas menurutmu?”
“Tidaklah kau tahu wahai Muhammad, bahwa barang siapa yang menyukai emas dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat orang yang tidak menyukai dinar dan dirham, tidak suka pujian dan sanjungan, aku bisa pastikan bahwa ia orang yang ikhlas, maka aku meninggalkannya. Selama seorang hamba masih menyukai harta dan sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan dunia, ia sangat patuh padaku“
*Iblis dibantu oleh 70.000 anak – anaknya*
Tahukah kamu Muhammad, bahwa aku mempunyai 70.000 anak dan setiap anak memilki 70.000 syaitan. Sebagian ada yang aku tugaskan untuk mengganggu ulama. Sebagian untuk mengganggu anak – anak muda, sebagian untuk mengganggu orang tua sebagian untuk menggunggu wanita tua, sebagian anakku juga aku tugaskan kepada para zahid. Aku punya anak yang suka mengencingi telinga manusia sehingga ia tidur pada shalat berjama’ah. Tanpanya manusia tidak akan mengantuk pada waktu shalat berjama’ah.
Aku punya anak yang suka menaburkan sesuatu dimata orang yang sedang mendengarkan ceramah ulama hingga mereka tertidur hingga pahalanya terhapus.
Aku punya anak yang senang berada dilidah manusia. Jika seseorang melakukan kebajikan lalu ia beberkan kepada manusia, maka 99% pahalanya akan terhapus.
Pada setiap seseorang wanita yang berjalan, anakku dan syaitan duduk dipinggul dan pahanya, lalu menghiasinya agar setiap orang memandanginya.
Syaitan juga berkata, ”Keluarkan tanganmu”, lalu ia mengeluarkan tangannya lalu syaitan pun menghiasi kukunya. Mereka, anak –anakku selalu menyusup dan berubah ke satu kondisi ke kondisi lainnya, dari satu pintu ke pintu lainnya untuk menggoda manusia hingga mereka terhempas dari keikhlasan mereka.
Akhirnya mereka menyembah allah tanpa ikhlas, namun mereka tidak merasa.
Tahukah kamu, Muhammad? Bahwa ada rahib yang telah beribadat kepada Allah selama 70 tahun. Setiap orang sakit yang didoakan olehnya sembuh seketika. Aku terus meggodanya hingga ia berzina, membunuh dan kufur.
*Cara Iblis Menggoda*
Tahukah kau Muhammad, dusta berasal dari diriku?
Akulah mahluk pertama yang berdusta. Pendusta adalah sahabatku. Barang siapa bersumpah dengan berdusta, ia kekasihku. Tahukah kau Muhammad? Aku bersumpah kepada Adam dan Hawa derngan nama Allah bahwa aku benar-benar menasihatinya. Sumpah dusta adalah kegemaranku. Ghibah (gosip) dan Namimah (adu domba) kesenanganku. Kesaksian palsu kegembiraanku. Orang yang bersumpah untuk menceraikan istrinya ia berada di pinggir dosa walau hanya sekali dan walaupun ia benar. Sebab barang siapa membiasakan dengan kata-kata cerai, isterinya menjadi haram baginya. Kemudian ia akan beranak cucu hingga hari kiamat. Jadi semua anak-anak zina dan ia masuk neraka hanya karena satu kalimat, Cerai.
Wahai Muhammad, umatmu ada yang suka mengulur – ngulur shalat, Setiap ia hendak berdiri untuk shalat, aku bisikkan padanya waktu masih lama, kamu masih sibuk, lalu ia menundanya hingga ia melaksanakan shalat di luar waktu, maka shalat itu dipukulkannya ke mukanya.
Jika ia berhasil mengalahkanku, aku biarkan ia shalat. Namun aku bisikkan ke telinganya lihat kiri dan kananmu, ia pun menoleh. Pada saat itu aku usap dengan tanganku dan kucium keningnya serta aku ucapkan ‘salatmu tidak sah’. Bukankah kamu tahu Muhammad, orang yang banyak menoleh dalam shalatnya akan dipukul.
Jika ia shalat sendirian, aku suruh dia untuk bergegas. I apun shalat seperti ayam yang mematuk beras.
Jika ia berhasil mengalahkanku dan ia shalat berjama’ah, aku ikat lehernya dengan tali, hingga ia mengangkat kepalanya sebelum imam, atau meletakkan sebelum iamam. Kamu tahu bahwa melakukan itu batal shalatnya dan wajahnya akan dirubah menjadi wajah keledai.
Jika ia berhasil mengalahkanku, aku tiup hidungnya hingga ia menguap dalam shalat. Jika ia tidak menutup mulutnya ketika menguap, syaitan akan masuk ke dalam dirinya, dan membuatnya menjadi bertambah serakah dan gila dunia. dan ia pun semakin taat padaku.
Kebahagiaan apa untukmu, sedangfkan aku amemerintahkan orang miskin agar meninggalkan shalat. Aku katakan padanya, “Kamu tidak wajib shalat, shalat hanya wajib untuk orang yang berkecukupan dan sehat. Orang sakit dan miskin tidak. Jika kehidupanmu telah berubah baru kau shalat.
Ia pun mati dalamkekafiran. Jika ia mati sambil meninggalkan shalat maka Allah akan menemuinya dalam kemurkaan. Wahai Muhammad, apakh engkau akan bergembira dengan umatmu padahal aku mengeluarkan seperenam mereka dari Islam?”
*10 Permintaan Iblis Kepada Allah SWT*
“Berapa yang kau pinta dari Tuhanmu?”
“10 macam”
“Apa saja?”
“Aku minta agar Allah membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia, Allah mengizinkan. Allah berfirman, “Berbagilah dengan manusia dalam harta dan anak. Dan janjikanlah mereka, tidaklah janji setan kecuali tipuan” (Qs Al Isra :64).
Harta yang tidak dizakatkan, aku makan darinya. Aku juga dari makanan haram dan bercampur dengan riba. Aku juga makan dari makanan yang tidak dibacakan nama Allah.
Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan dengan istrinya tanpa berlindung dengan Allah. Maka setan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaitan.
Aku minta agar bersama dengan orang yang menaiki kendaraan bukan untuk tujuan yang halal. Aku minta agar Allah menjadikan kamar mandi sebagai rumahku. Aku minta agar Allah menjadikan pasar sebagai masjidku. Aku minta agar Allah menjadikan syair sebagai Quranku. Aku minta agar Allah memberikan saudaraku, maka ia jadikan orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat sebagai saudaraku. Allah berfirman, “ Orang – orang boros adalah saudara – saudara syaitan. “(Qs. Al – Isra:27).
Wahai Muhammad, aku minta agar Allah membuatku bisa melihat manusia sementara mereka tidak bisa melihatku. Dan aku minta agar Allah memberiku kemampuan untuk mengalir dalam aliran darah manusia. Allah menjawab, “silakan”, aku bangga dengan hal itu hingga hari kiamat. Sebagian besar manusia bersamaku di hari kiamat.
Iblis berkata : “ Wahai Muhammad, aku tak bisa meyesatkan orang sedikitpun, aku hanya bisa membisikkan dan menggoda,”
Jika aku bisa menyesatkan, tak akan tersisa seorang pun. Sebagaimana dirimu, kamu tidak bisa memberi hidayah sedikitpun, engkau hanya Rasul yang menyampaikan amanah. Jika kau bisa memberi hidayah, tak akan ada seorang kafir pun dimuka bumi ini. Kau hanya bisa menjadi penyebab untuk orang telah ditentukan sengsara. Orang yang bahagia adalah orang yang telah ditulis bahagia sejak diperut ibunya. Dan orang yang sengsara adalah orang yang telah ditulis sengsara semenjak dalam kandungan ibunya.
Rasulullah SAW lalu membaca ayat : “Mereka akan terus berselisih kecuali orang yang dirahmati oleh Allah SWT” (QS Hud : 118 – 119). Juga membaca, “Sesungguhnya ketentuan Allah pasti berlaku: (Qs Al-Ahzab :38). Iblis lalu berkata: “Wahai Rasul Allah takdir telah ditentukan dan pena takdir telah kering. Maha suci Allah yang menjadikanmu pemimpin para Nabi dan Rasul, pemimpin penduduk surga, dan yang telah menjadikan aku pemimpin makhluk – makhluk celaka dan pemimpin penduduk neraka. Aku si celaka yang terusir. Ini akhir yang ingin aku sampaikan kepadamu. Dan aku tak berbohong.”
Sumber : Kitab Sajaratul Kaun oleh Muhyidin Ibnu Arabi /Darul ‘Ilmi al – Munawar asy-Syamsiyah, Madinah.

21.4.12

BERPIKIR ISLAMI = BERPIKIR PADA LEVEL 7

* Note By Fahmi Amhar

Berpikir adalah sebuah aktivitas yang dimulai dari mendapatkan informasi atas sebuah fakta melalui pancaindera, kemudian menghubungkannya dengan informasi yang telah disimpan sebelumnya di dalam otak.  Oleh karena itu, ada tiga hal mendasar yang menentukan kualitasnya: (1) kualitas informasi fakta; (2) informasi yang disimpan sebelumnya; (3) bagaimana menghubungkannya.
.
Kalau saja aktivitas berpikir boleh kita bikin levelingnya, maka level 0 (terrendah), berpikir IRRASIONAL.  Pada orang yang berpikir irrasional, satu atau lebih hal mendasar yang menentukan kualitas berpikirnya, mengalami masalah.  Mungkin informasi fakta yang diterimanya tidak akurat, atau informasi yang disimpan sebelumnya tidak lengkap, atau menghubungkannya terburu-buru.  Jadi, pada level 0 ini, boleh jadi informasi faktanya benar, atau informasi yang disimpan sebelumnya juga benar, tetapi kesimpulan yang dihasilkannya sebenarnya tidak nyambung. 

 Dulu, di penduduk asli Hawaii ada mitos bahwa "seseorang yang sehat, itu harus punya kutu rambut, karena orang yang sakit, ternyata ditinggalkan kutu rambutnya".  Kedua fakta (sehat/sakit dan kutu rambut) itu benar.  Tetapi menghubungkannya salah, karena yang benar, ketika orang sakit, lalu dia demam, kutu rambut tidak tahan berada di kepalanya.  Tetapi, konklusi ini salah, karena ada informasi yang tidak lengkap, yaitu bahwa banyak orang sehat (di luar Hawaii) yang tidak punya kutu rambut.  Di luar contoh ini, banyak pola pikir irrasional yang bertengger di beberapa ajaran agama & kepercayaan, juga beberapa pada dunia politik, ekonomi, manajemen dsb.
.
Level di atasnya level (1), berpikir ILMIAH.  Berpikir ilmiah mencakup berpikir RASIONAL maupun EXPERIMENTAL.  Tergantung objeknya.  Ada objek yang cukup diolah secara rasional, misalnya mencakup matematika, astronomi, meteorologi, geologi, sejarah, ekonomi dsb, yang sebenarnya nyaris tidak bisa diuji secara pasti, tetapi konklusi pemikiran itu konsisten dengan fakta yang ditemukan serta bisa untuk prediksi.  Misalnya, secara rasional, jauh sebelum era manusia bisa melihat bumi dari ruang angkasa, mereka sudah bisa memastikan bahwa bumi ini bulat, berrotasi pada porosnya, dan mengelilingi matahari.  Tentu saja tidak semua hal bisa dipastikan secara rasional.  Karena itulah, berpikir ilmiah untuk objek-objek tertentu juga memerlukan metode experimental - dalam kondisi laboratorium - misalnya fisika, kimia, bioteknologi, material science, mesin, teknik sipil dsb.  Ketika sebuah objek baru bisa direkayasa (misalnya komputer) - padahal elektron itu tidak tampak secara langsung oleh pancaindera, maka teori tentang elektron itu menjadi sulit untuk dinafikan.
.
Level di atasnya level (2), berpikir INOVATIF.  Berpikir inovatif adalah berpikir bagaimana sesuatu bisa menjadi manfaat bagi orang banyak, baik itu manfaat ekonomi, manfaat kemanusiaan, manfaat keindahan ataupun yang lain.  Kadang sebuah teknologi tidaklah terlalu canggih secara ilmiah, tetapi sebuah inovasi mampu menjadikannya dipakai oleh ratusan juta manusia.  Contoh yang paling gampang adalah di dunia teknologi informasi.  Steve Jobs sebenarnya banyak menciptakan teknologi selain Apple, Macintosh, iphone, ipod dan ipad.  Tetapi banyak hal yang menyebabkan tidak semua penemuannya itu dikenal orang.  Demikian juga, Facebook bukan situs jejaring sosial pertama atau satu-satunya.  Google juga bukan mesin pencari pertama atau satu-satunya.  Tetapi kenapa Facebook dan Google menjadi sangat terkenal?  Karena inovatif!
.
Level selanjutnya level (3), berpikir INSPIRATIF.  Berpikir inspiratif adalah berpikir bagaimana bisa mencerahkan dan menggerakkan manusia atau masyarakat.  Mereka menjadi seolah-olah tergerak dari dalam, bukan karena diarahkan oleh orang lain atau oleh sistem.  Biasanya yang mampu berpikir inspiratif adalah mereka yang memiliki pengalaman hidup yang luar biasa, misalnya pernah membalikkan situasi yang sangat memprihatinkan menjadi kesuksesan.  Orang yang berpikir inspiratif mampu menggerakkan anak muda yang tidak semangat belajar, pengusaha bangkrut agar bangkit lagi, politisi yang sedang difitnah lawan politiknya, hingga pengemban dakwah yang sedang patah semangat (futur).
.
Berpikir ilmiah, inovatif dan inspiratif sudah bisa dilakukan pada scope sangat local.  Tetapi pada level selanjutnya kita bisa berpikir lebih luas.  Untuk itu kita masuk level (4), berpikir INDONESIA.  Bak negarawan, kita memikirkan bagaimana agar bangsa Indonesia ini bisa menjadi bangsa yang bermartabat, mandiri, maju dan memberi manfaat bagi bangsa-bangsa lain.  Untuk itu apa yang harus kita ubah?  kita perbaiki?  kita sempurnakan?  Untuk dapat berpikir Indonesia, kita mesti mengenal berbagai karakter bangsa Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku, tinggal di ribuan pulau, dengan berbagai situasi dan sejarah yang membentuk adat-istiadat yang berbeda-beda.  Keragaman itu adalah sebuah fakta, bagaimana kita harus menyerap yang positif dan menjadikannya kekuatan untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa, adalah tantangan dalam berpikir level 4.
.
Mungkin berpikir pada scope Indonesia juga belum cukup, apalagi saat ini dunia saling terhubung, saling terkait.  Jadi kita bisa masuk level (5), berpikir INTERNASIONAL.  Untuk dapat berpikir internasional maka kita harus memahami keragaman tingkat dunia, termasuk sejarah, budaya, konstelasi politik dan ekonomi internasional berikut intrik-intrik dan konspirasi yang mungkin ada.  Ini adalah berpikir yang tidak mudah, karena tidak semua informasi dapat divalidasi atau diketahui akurasinya.  Salah informasi dalam berpikir internasional dapat menjebak seseorang ke berpikir konspiratif, yang mensimplifikasi masalah apapun (dari bencana lokal sampai kekalahan dalam pilkada) sebagai hasil konspirasi global.  Konspirasi memang bisa dan biasa terjadi di kancah politik atau ekonomi, tetapi tidak semua hal dapat dipastikan.  Beberapa teori konspirasi malah bisa dipastikan keliru kalau itu melanggar hukum-hukum alam yang diketahui di dunia ilmiah.
.
Level selanjutnya adalah level (6), berpikir IDEOLOGIS.  Ketika seseorang berpikir internasional, mungkin dia melihat sebagian bangsa lebih maju dari yang lain dan bertanya-tanya, bagaimana mereka bisa maju?  Di sinilah dia akan bersentuhan dengan sesuatu yang lain, bahwa kemajuan itu terkait dengan pandangan hidup (falsafah) yang mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan perilaku.  Berikutnya, falsafah itu juga akan berpengaruh pada sistem peraturan yang dibuat, pada undang-undang, dan pada struktur organisasi yang diterapkan atas bangsa tersebut.  Ini adalah sebuah ideologi.  Jadi berpikir ideologis sebenarnya sangat sulit.  Kita memikirkan banyak sekali hal sekaligus.  Di dunia ada beberapa ajaran yang dapat disebut ideologi, sub-ideologi, semi-ideologi atau pseudo-ideologi.  Tetapi secara umum, ajaran kapitalisme dan sosialisme dapat disebut ideologi.  Kapitalisme sebenarnya bertumpu pada pandangan sekulerisme, yang memisahkan agama dari perannya dalam kehidupan publik.  Selanjutnya pandangan ini memberikan kebebasan maximal dalam berbagai hal (liberalisme).  Tentu saja saja kebebasan ini dalam prakteknya harus dibatasi oleh hukum, cuma hukum seperti apa?  Karena asas sekulerisme, maka hukum tadi - minimal secara teori - wajib dibuat bersama-sama saja oleh berbagai kelompok (pluralisme), lahirlah demokrasi.  Dalam implementasinya, demokrasi ternyata sangat tergantung kepada pemilik modal, dan pada akhirnya, hasil dari demokrasi berupa undang-undang dan penguasa, semakin memperkuat posisi pemilik modal, inilah mengapa lebih disebut kapitalisme.
.
Dan level yang tertinggi (7) adalah berpikir ISLAMI.  Berpikir islami sebenarnya menempatkan Islam sebagai ideologi.  Karena syahadat seorang muslim adalah falsafah yang akan berpengaruh pada pandangan hidup, pola pikir, sikap, perilaku, membuat undang-undang, membuat struktur organisasi yang mengatur masyarakat, dsb.  Dia tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga tentang rahmat bagi alam semesta.  Dia otomatis berpikir internasional, karena semua bangsa berhak untuk merasakan indahnya Islam.  Dan lebih dari itu, dia tidak cuma berpikir dunia di masa sekarang, tetapi juga di masa yang akan datang.  Bahkan dia bisa melihat apa yang tidak terdeteksi oleh pancaindera, yaitu dunia akherat!  Berpikir Islami juga pasti berpikir Indonesia, negeri kaya sumber daya tetapi juga kaya potensi bencana tempat tinggal muslim terbanyak di dunia.  Berpikir Islami juga pasti berpikir inspiratif, bagaimana menggerakkan orang yang sudah bersyariah menjadi siap berdakwah; yang baru beribadah agar kaffah bersyariah; bahkan yang berlum bersyahadat agar mau meyakini bahwa sesungguhnya Tiada Sesembahan yang wajib disembah selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Nabi dan Utusan Allah.  Berpikir Islami pasti mendorong orang untuk berpikir inovatif, karena Islam berlaku hingga akhir zaman, tetapi tanpa ijtihad yang menghasilkan berbagai inovasi, akan banyak persoalan manusia yang tidak mendapatkan solusi.  Dan jelas, berpikir Islami adalah berpikir ilmiah.  Karena dasar keimanan (syahadat) sudah seharusnya dicapai dengan cara berpikir yang rasional, dan selanjutnya seperti soal malaikat atau hari kiamat, diturunkan dari dasar keimanan secara rasional.  Islam tidak memberikan tempat untuk cara berpikir irrasional, sebagaimana mereka yang mencampuradukkan agamanya dengan bid'ah, khurafat dan tahayul.
.#

20.4.12

Dialog Abu Hanifah Dengan Ilmuan Kafir Tentang Ketuhanan

Imam Abu Hanifah pernah bercerita......
"Ada seorang ilmuwan besar, Atheis dari kalangan bangsa Rom, tapi ia orang kafir. Ulama-ulama Islam membiarkan saja, kecuali seorang, yaitu Hammad guru Abu Hanifah, oleh karena itu dia segan bila bertemu dengannya"
Pada suatu hari, manusia berkumpul di masjid, orang kafir itu naik mimbar dan mau mengadakan tukar fikiran dengan siapa saja, dia hendak menyerang ulama-ulama Islam. Di antara shaf-shaf masjid berdirilah seorang laki-laki muda, dialah Abu Hanifah dan ketika ia berada dekat depan mimbar, dia berkata: “Inilah saya, hendak tukar fikiran dengan tuan”. Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap merendahkan diri karana usia mudanya. Namun dia pun angkat berkata: “Katakan pendapat tuan!”. Ilmuwan kafir itu heran akan keberanian Abu Hanifah, lalu bertanya:

Antara Kerudung, Jilbab dan Cadar

Assalamu’alaikum...kak.mau nanya mengenai berhijab menurut islam.ADA YG MEMAKAI CADAR,N AD YANG TIDAK ,MOHON PENJELASANNYA,
WSALKM (Jam'ani Hasan)

jawab:
Walaikum salam wr. Wb

Ketika melihat kondisi sekarang tanpaknya yang memakai kerudung dan jilbab sudah semakin membudayah, entah yang memakai karena sadar bahwa itu adalah wajib atau hanya mengikuti trend, sehingga ada yang ingin berpakain sebagai seorang Muslimah namun karena kurang memilki pemahaman dalam berpakaian syar’i sehingga ada yang asal berpakaian saja atau asal memakai kerudung saja. Disamping itu ada juga dari berbagai pandangan mengenai hukum memamakai cadar dalam Islam, ada yang berpemahaman memakai cadar itu wajib, sunnah dan mubah, sehingga ini perlu digali secara mendalam melalui nash-nash yang terdapat dalam Al-Quran maupun Hadits.

Namun sebelum membahas hukum memakai cadar, maka perlu lebih dahulu kita mengetahui jilbab dan kerudung karena perbincangan dalam masyarakat umum sering menyamakan kerudung dengan jilbab, padahal secara syara mempunyai makna yang berbeda.Untuk itu, perlunya kaum Muslimin membedakan jilbab, kerudung maupun cadar.


Muslimah Wajib Memakai JILBAB



Jilbab dan kerudung merupakan kewajiban atas wanita Muslimah yang ditunjukkan oleh dua ayat Al-Quran yang berbeda.Kewajiban jilbab dasarnya surah Al-Ahzab ayat 59, sedang kewajiban kerudung (khimar) dasarnya adalah surah An-Nur ayat 31.


Mengenai jilbab, Allah SWT berfirman (artinya),"Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min,'Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' (QS Al-Ahzab: 59). Dalam ayat ini terdapat kata jalabib yang merupakan bentuk jamak (plural) dari kata jilbab.Memang para mufassir berbeda pendapat mengenai arti jilbab ini.Imam Syaukani dalam Fathul Qadir (6/79), misalnya, menjelaskan beberapa penafsiran tentang jilbab.Imam Syaukani sendiri berpendapat jilbab adalah baju yang lebih besar daripada kerudung, dengan mengutip pendapat Al-Jauhari pengarang kamus Ash-Shihaah, bahwa jilbab adalah baju panjang dan longgar (milhafah).Ada yang berpendapat jilbab adalah semacam cadar (al-qinaa'), atau baju yang menutupi seluruh tubuh perempuan (ats-tsaub alladzi yasturu jami'a badan al-mar`ah).Menurut Imam Qurthubi dalam Tafsir Al-Qurthubi (14/243), dari berbagai pendapat tersebut, yang sahih adalah pendapat terakhir, yakni jilbab adalah baju yang menutupi seluruh tubuh perempuan.

Adapun dalil bahwa jilbab merupakan pakaian dalam kehidupan umum, adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu 'Athiah RA, bahwa dia berkata : 'Rasulullah SAW memerintahkan kaum wanita agar keluar rumah menuju shalat Ied, maka Ummu Athiyah berkata,Salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab? Maka Rasulullah SAW menjawab: 'Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya kepadanya!'(Muttafaqun alaihi) (Al-Albani, 2001 : 82). 


Berkaitan dengan hadits Ummu Athiyah ini, Syaikh Anwar Al-Kasymiri, dalam kitabnya Faidhul Bari, Juz I hal. 388, mengatakan : Dapatlah dimengerti dari hadits ini, bahwa jilbab itu dituntut manakala seorang wanita keluar rumah, dan ia tidak boleh keluar [rumah] jika tidak mengenakan jilbab. (Al-Albani, 2001 : 93). Dalil-dalil di atas tadi menjelaskan adanya suatu petunjuk mengenai pakaian wanita dalam kehidupan umum.Allah SWT telah menyebutkan sifat pakaian ini dalam dua ayat di atas yang telah diwajibkan atas wanita agar dikenakan dalam kehidupan umum dengan perincian yang lengkap dan menyeluruh. 
hadits dari Ummu 'Athiah RA di atas, yakni kalau seorang wanita tak punya jilbab untuk keluar di lapangan sholat Ied (kehidupan umum) maka dia harus meminjam kepada saudaranya (sesama muslim). 
Kewajiban ini dipertegas lagi dalam Kalau tidak wajib, niscaya Nabi SAW tidak akan memerintahkan wanita mencari pinjaman jilbab. Untuk jilbab, disyaratkan tidak boleh potongan, tetapi harus terulur sampai ke bawah sampai menutup kedua kaki, sebab Allah SWT mengatakan : yudniina alaihinna min jalabibihinnaâ (Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka.). Dalam ayat tersebut terdapat kata yudniinaâ yang artinya adalah yurkhiina ila asfal (mengulurkan sampai ke bawah/kedua kaki). Penafsiran ini “yaitu idnaa` berarti irkhaa` ila asfal-- diperkuat dengan dengan hadits Ibnu Umar bahwa dia berkata,


Rasulullah SAW telah bersabda : 
Barang siapa yang melabuhkan/menghela bajunya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada Hari Kiamat nanti. Lalu Ummu Salamah berkata,Lalu apa yang harus diperbuat wanita dengan ujung-ujung pakaian mereka (bi dzuyulihinna).Nabi SAW menjawab,Hendaklah mereka mengulurkannya (yurkhiina) sejengkal (syibran)(yakni dari separoh betis). Ummu Salamah menjawab,Kalau begitu, kaki-kaki mereka akan tersingkap. Lalu Nabi menjawab,Hendaklah mereka mengulurkannya sehasta (fa yurkhiina dzira`an) dan jangan mereka menambah lagi dari itu.(HR. At-Tirmidzi Juz III, hal. 47; hadits sahih) (Al-Albani, 2001 : 89) 


Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa pada masa Nabi SAW, pakaian luar yang dikenakan wanita di atas pakaian rumah --yaitu jilbab-- telah diulurkan sampai ke bawah hingga menutupi kedua kaki. Berarti jilbab adalah terusan, bukan potongan.Sebab kalau potongan, tidak bisa terulur sampai bawah. Atau dengan kata lain, dengan pakaian potongan seorang wanita muslimah dianggap belum melaksanakan perintah yudniina alaihinna min jalaabibihina(Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbabnya). Di samping itu kata min dalam ayat tersebut bukan min lit tabâidh (yang menunjukkan arti sebagian) tapi merupakan min lil bayan (menunjukkan penjelasan jenis). Jadi artinya bukanlah Hendaklah mereka mengulurkan sebagian jilbab-jilbab mereka(sehingga boleh potongan),
melainkan Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka (sehingga jilbab harus terusan).(An-Nabhani, 1990 : 45-,51) 


Walhasil, jilbab itu bukanlah kerudung, melainkan baju panjang dan longgar (milhafah) atau baju kurung (mula`ah) yang dipakai menutupi seluruh tubuh di atas baju rumahan. Jilbab wajib diulurkan sampai bawah (bukan baju potongan), sebab hanya dengan cara inilah dapat diamalkan firman Allah (artinya) "mengulurkan jilbab-jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Dengan baju potongan, berarti jilbab hanya menutupi sebagian tubuh, bukan seluruh tubuh. (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham al-Ijtima'i fil Islam, hal. 45-46).


Jilbab ini merupakan busana yang wajib dipakai dalam kehidupan umum, seperti di jalan atau pasar.Adapun dalam kehidupan khusus, seperti dalam rumah, jilbab tidaklah wajib. Yang wajib adalah perempuan itu menutup auratnya, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, kecuali kepada suami atau para mahramnya (lihat QS An-Nur : 31).

Jilbab lebih lazim disebut orang Indonesia sebagai JUBAH

Muslimah Wajib Memakai KERUDUNG (Khimar)

Sedangkan kerudung, yang bahasa Arabnya adalah khimar, Allah SWT berfirman (artinya),"…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…" (QS An-Nur: 31). Dalam ayat ini, terdapat kata khumur, yang merupakan bentuk jamak (plural) dari khimaar.Arti khimaar adalah kerudung, yaitu apa-apa yang dapat menutupi kepala (maa yughaththa bihi ar-ra`su).(Tafsir Ath-Thabari, 19/159; Ibnu Katsir, 6/46; Ibnul 'Arabi, Ahkamul Qur`an, 6/65 ).

Mengenai tafsir ayat wal-yadhribna bi-khumurihinna ‘ala juyubihinna (QS 24 : 31), Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam (2003) hal. 68-69 mengatakan, kata khumur adalah bentuk jamak dari khimaar, yang artinya adalah maa yughathha bihi ar-ra`su (apa-apa yang digunakan untuk menutupi kepala).Ringkasnya, khumur adalah kerudung. Sedang juyuub adalah bentuk jamak jayb, yang artinya maudhi’ al-qath’i min al-dir’i wa al-qamish (tempat yang dipotong/terbuka pada baju atau kemeja). Ringkasnya, jayb adalah kerah/lubang baju.Jadi, perintah untuk menutupkan/mengulurkan kerudung ke atas juyub, artinya adalah adalah perintah menutupkan kerudung ke atas kerah/lubang baju yaitu pada sekitar leher dan dada.


Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani –rahimahullah– menegaskan,”Wa dharbu al-khimaar ‘alaa al-jayb layyuhu ‘ala thauq al-qamish min al-‘unuq wa ash-shadr.” (Menutupkan kerudung atas jayb, artinya mengulurkan kerudung itu ke atas kerah/lubang baju yaitu leher dan dada).(Taqiyuddin an-Nabhani, an-Nizham al-Ijtima’i fi al-Islam (2003), hal. 69).

Kerudung atau khimar yakni menghamparkan penutup kepalanya di atas leher dan dadanya agar leher dan dadanya tertutupi.Yang merupakan kewajiban Muslimah untuk menggunakan terhadap bukan Muhrimnya dan ditempat yang umum.



Muslimah Tidak Wajib Memakai CADAR

Pernyataan bahwa wanita dalam Islam wajib mengenakan hijab untuk menutup seluruh wajahnya, kecuali kedua matanya, dapat dikategoriakan sebagai pendapat yang Islami.Pendapat tersebut telah dikemukakan oleh sebagian imam mujtahid dari berbagai mazhab yang ada.Sebaliknya, pernyataan bahwa hijab tidak diwajibkan atas wanita dalam Islam sehingga seorang Muslimah tidak perlu menutup wajahnya secara penuh karena wajah memang bukan aurat juga merupakan pendapat yang Islami.Pendapat yang terakhir juga telah dikemukakan oleh sebagian pemuka mujtahid dari berbagai mazhab.

Persoalan ini merupakan salah satu persoalan yang penting dalam interaksi antara pria dan wanita. Sementara itu, upaya untuk mengadopsi pendapat mana pun diantara kedua pendapat diatas akan mempengaruhi corak kehidupan Islam. 

Untuk itu, perlu dikemukakan dalil-dalil syariat yang terkait dengan persoalan ini secara menyeluruh.Caranya adalah dengan mempelajari dan mengkaji dalil-dalil tersebut serta menerapkan pada persoalannya. Dengan cara demikian itu, kaum Muslim dapat mengadopsi pendapat yang paling kuat dalilnya, dan Daulah Islamiyah sendiri yang dapat mengadopsi pendapat yang paling valid dengan didasarkan pada kekuatan dalilnya.

Memang benar, perdebatan semacam ini pernah muncul dan pengaruhnya masih terasa hingga kini. Akan tetapi, pembahasannya tidak sampai matang, serta tidak sampai pada level pengkajian yang didasarkan pada syariat ataupun dikaitkan dengan aspek interaksi pria-wanita. Padahal pengkajian semacam ini termasuk ke dalam pembahasan hukum-hukum syariat yang digali oleh para mujtahid yang disandarkan pada dalil atau sybhah-dalil (sesuatu yang mirip atau terkategori dalil), bukan termasuk ke dalam pengkajian pendapat para pengarang buku, orang-orang upahan, orang-orang bodoh yang tertipu, atau para propagandis yang haus akan kebudayaan Barat. Dengan kata lain, yang dijadikan topik pengkajian dan bahan diskusi dalam syariat adalah pendapat para mujtahid yang diskusi dalam masalah ini, juga terkait dengan berbagai para ahli fikih dan pra syaikh yang senantiasa fanatik terhadap hijab sehingga dapat menyingkirkan kesamaran dalam diri mereka.

Oleh karena itu, kami memaparkan sejumlah pendapat para mujtahid disertai dalil-dalilnya, sehingga akan tanpak pendapat yang dinilai paling layak. Siapa saja yang telah menemukan pendapat yang dianggap paling layak, wajib untuk mengamalkan pendapat tersebut serta merealisasikannya.

Kalangan yang mewajibkan wanita Muslimah untuk mengenakan hijab atas wajah menyatakan bahwa, aurat wanita meliputi seluruh anggota badan.Pengecualian wajah dan kedua telapak tangan hanya berlaku dalam shalat saja.Di luar waktu shalat, menurut mereka, seluruh anggata tubuh wanita aurat. Pendapat mereka disandarkan pada al-Quran dan Sunnah Nabi saw. 

Dari al-Quran, mereka mengutip firman Allah swt, sebagai berikut:
“Jika kalian meminta sesuatau (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), hendaklah kalian memintanya dari belakang tabir (hijab). (TQS al-Ahzab : 53)

Jarir ibn ‘Abdillah juga menuturkan :
“Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja). Beliau kemudian menyuruhku untuk memalingkan pandanganku”.

Ali r.a. menuturkan bahwa Rasulullah saw juga pernah bersabda kepadanya demikian:
“Janganlah engaku mengikuti pandangan pertama dengan pandangan berikutnya. Pandangan pertama adalah hakmu sedangkan pandangan berikutnya bukanlah hakmu.

Dalil-dalil di atas dilontarkan oleh kalangan yang berpendapat bahwa wanita wajib untuk mengenakan hijab dan bahwa seluruh tubuhya wanita adalah aurat.Seluruh dalil yang dijadikan sandaran mereka tersebut pada dasarnya tidak relevan dengan pemasalahan ini.Firman Allah Swt yang berbunyi. Waqarna fi buyutikunna (Hendaklah kalian tetap di rumah-rumah kalian (QS. al-Ahzab:33)), tidak ada hubungannya sama sekali dengan kaum Muslimah secara keseluruhan. Kedua ayat di atas (maksudnya ayat ke 33 dan sebelumnya, ayat-32, pen) tersebut dikhususkan bagi istri-istri Rasulullah Saw.Makna kedua ayat tersebut sangat jelas jika dibaca secara keseluruhan. Keduanya, satu sama lain saling berkaitan, baik dari segi lafal maupun maknanya.

Sementara itu, Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi Saw, kecuali jika kalian diizinkan untuk makan tanpa menunggu-nunggu waktu masak (makanannya). Akan tetapi, jika kalian diundang, masuklah.Jika kalian telah selesai makan, hendaklah kalian keluar tanpa asyik memperpanjang percakapan. 

Sesungguhnya hal itu akan menggganggu Nabi, sementara ia malu kepada kalian (untuk menyuruh kalian keluar), sedangkan Allah tidak merasa malu menerangkan yang benar. Jika kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi Saw), mintalah kalian dari belakang tabir.Cara semacam itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka.Kalian tidak boleh menyakiti hati Rasulullah dan tidak pula mengawini istri-istrinya selamanya sesudah wafat.Sesungguhnya perbuatan itu amat besar (dosanya) di sisi Allah. (QS. al-Ahzab : 53)

Ayat ini terkait dengan istri-istri Nabi dan khusus ditujukan kepada mereka; tidak ada hubungannya dengan kaum Muslimah atau wanita mana pun selain istri-istri Nabi Saw. Penegasan ini secara langsung terdapat pula pada ayat berikutnya setelah firman-Nya, wa yuthahhirukum tathhira, yang berfungsi sebagai penguat. Arti ayat tersebut berbunyi:

“Ingatlah oleh kalian (istri-istri Nabi) ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabi) yang dibacakan dirumah-rumah kalian. Sesungguhnya Allah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui”. (QS al-Ahzab : 34)

Ayat ini menyebutkan bahwa rumah-rumah para istri Nabi saw adalah tempat turunnya wahyu. Ayat ini juga memerintahkan mereka agar tidak melupakan ayat-ayat yang dibacakan di dalam rumah mereka.

Kedua ayat di atas secara jelas ditujukan khusus bagi istri-istri Nabi Saw; tidak ada satu petunjuk pun di dalamnya bahwa ketetapan hukumnya berlaku juga bagi para wanita Muslimah lain selain mereka. Di dalam ayat tersebut terdapat pula seruan yang ditujukan secara khusus bagi istri-istri Rasulullah Saw, misalnya firman Allah Swt yang artinya:
“….Tidak pula kalian mengawini istri-istrinya selamanya setelah ia wafat”. (QS al-Ahzab : 53)

Artinya, istri-istri Nabi Saw tidak boleh menikah setelah beliau wafat.Kenyataan ini berbeda dengan para wanita Muslimah lainnya, karena mereka boleh menikah jika lepas dari suaminya.Dengan demikian kedua ayat mengenai hijab khusus ditujukan bagi istri-istri Nabi Saw, sebagaimana laranagn bagi mereka untuk menikah setelah beliau wafat. Disini tidak boleh berlaku kaidah berikut:

“Berlakunya hukum ditentukan oleh umumnya lafal, bukan oleh khususnya sebab”.

Dalam konteks ini tidak bisa disimpulakan bahwa sebab turunnya ayat tersebut memang khusus berkaitan dengan istri-istri Nabi Saw, tetapi patokan hukumnya berlaku umum bagi mereka maupun para wanita Maslimah lainnya.Pendapat seperti tidak bisa diterima.Sebab, yang disebut dengan sabab an-nuzul (latar belakang turunnya) ayat adalah mengacu pada suatu peristiwa yang terjadi, sementara dalam ayat tersebut. Ayat tersebut merupakan nash tertentu yang menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang tertentu. Artinya, nashnya hanya menyagkut para istri Nabi Saw saja, sebagimana firman Allah Swt yang artinya:

“Wahai istri-istri Nabi, kalian berbeda dengan wanita yang lain”. (TQS al-Ahzab : 32)

“Apabila kalian hendak meminta (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi Saw)”. (TQS al-Ahzab : 53)

Selain itu, adanya kata ganti (dhamira) yang mengacu pada para istri Rasulullah Saw dan adanya ketentuan yang hanya ditujukan untuk mereka saja, bukan yang lain, merupakan ‘illat (alasan) bahwa perintah untuk mengenakan hijab pun hanya khusus bagi mereka saja

Dengan demikian, para istri Nabi Saw tidak wajib dijadikan suri teladan (bagi seluruh Mukmin), sehingga setiap Mukmin akan melakukan suatu perbuatan karena perbuatan tersebut dilakukan oleh mereka. Yang wajib diteladani dan dicontoh hanyalah Rasulullah Saw saja. Sebab beliau melakukan apapun , kecuali senantiasa berlandaskan pada wahyu.

Sementara itu, hadis-hadis yang dijadikan dalil oleh mereka tentang keharusan wanita Muslimah mengenakan hijab atas wajah sesungguhnya tidak menunjukkan pengertian ini. Sebab, hadis mengenai budak mukatab-jika ia mampu membayar tebusannya yang diperntahkan untuk mengenai hijab di hadapan tuannya, adalah khusus terkait dengan istri-istri Nabi Saw. hadis ini diperkuat hadis lain. Abu Qilabah bertutur:

“Istri-istri Nabi Saw tidak mengenakan hijab di hadapan budak mukatab yang masih memiliki harta satu dinar(untuk tebusan)”.

Di sini, tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa wanita Muslimah harus mengenai hijab atas wajah.
Di sisi lain, hadis Ummu Salamah serta permintaan Nabi saw kepadanya dan kepada Hafsah agar masing-masing mengenakan hijab atas wajah adalah hadis daif (lemah), sehingga tidak dapat dijadikan hujjah. Apalagi hadis tersebut hanya khusus ditujukan bagi istri-istri Rasulullah Saw, yakni Ummu Salamah dan Hafshah.


Sementara itu, Aisyah ra bertutur:
“Para penunggang (unta dan kuda) pernah melewati kami, sementara kami bersama-sama Rasulullah Saw sedang berihram. Tatkala mereka mendekat kearah kami, salah seorang di antara kami menurunkan jilbabnya dari rambut ke wajahnya, ketika mereka berlalu, kami membukanya kembali.”

Hadis ini bertentangan dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Ibn ‘Umar. Ia menyatkan bahwa Nabi Saw pernah bersabda yang artinya:

“Wanita yang sedang berihram tidak wajib menutup wajahnya (mengenakan cadar) dan tidak wajib pula menutup kedua tanggannya.”

Dalam kitab Fath al-Bahri, disebutkan bahwa cadar adalah kain yang dikenakan di atas hidung atau di bawah lekukan mata. Dengan demikian, hadis Aisyah ra menyebutkan bahwa wanita yang sedang berihram telah menutupi apa pun kecuali bagian bawah wajah. Jika demikian kenyataannya, lantas bagaimana mungkin pengertian kedua hadis tersebut dikaitkan dengan upaya untuk menutupi wajah seluruhnya dengan kain dan menghamparkannya di atas wajah? Dengan merujuk pada kedua hadis tersebut, jelaslah bahwa, hadis Aisyah bersumber dari penuturan Mujahid. Yahya ibn Sa’id al-Qaththan telah menyatakan bahwa ia tidak pernah mendengar hadis tersebut dari Aisyah. Sebaliknya, hadis yang dituturkan oleh Ibn ‘Umar adalah hadis shahih yang telah dikemukakan oleh Imam al-Bukhari.Oleh karena itu, hadis yang dituturkan oleh Aisyah dengan sendiriannya tertolak karena dha’if dan bertentangan dengan hadis shahih, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.

Sementara itu, hadis mengenai Fadl ibn ‘Abbas bukanlah dalil bagi keharusan untuk mengenakan hijab, tetapi justru merupakan dalil bagi tidak keharusan untuk mengenakan hijab.Sebab, Khuts’amiyah sendiri ketika menanyakan sesuatu kepada Rasulullah Saw, wajahnya tampak. Buktinya, Fadhl sempat memandang wajahnya dan adanya kalimat terakhir yang tercantum dalam hadis tersebut berbunyi sebagai berikut:

“Oleh karena itu, Rasulullah Saw, memalingkan wajah Fadhl ke arah yang lain.”

Dalam riwayat dari Ali bin Abi Thalib ra ditambahkan keterangan sebagai berikut:
“Abbas ra kemudian bertanya kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah mengapa engkau memalingkan leher keponakanmu?” Rasulullah Saw menjawab, “Karena aku melihat pemuda dan seorang pemudi yang tidak aman dari gangguan setan.”

Dengan kata lain, hadis mengenai Khuts’amiyah menunjukkan tentang ketidakharusan wanita Muslimah untuk mengenakan hijab, bukan menunjukkan tentang kewajiban untuk mengenakan hijab.Alasannya Rasulullah Saw, sendiri melihat Khuts’amiyah yang memperlihatkan wajahnya, sehingga beliau memalingkan pandangan Fadhl, karena ia memandang wanita tersebut dengan disertai syahwat, sebagaimana dinyatakan dalam hadits riwayat Ali ra,’…. yang tidak aman dari gangguan setan’.

Karena itulah, Rasulullah Saw memalingkan wajah Fadhl, karena ia memandang wanita tersebut dengan syahwat, bukan memandangnya dengan pandangan biasa atau wajar. Padahal, memandang wanita asing yang disertai dengan syahwat meskipun hanya melihat wajah dan kedua telapak tangan adalah tindakan yang diharamkan.

Sementara itu, dalam hadis tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja), Rasulullah Saw memerintahkan Jarir untuk memalingkan atau menundukkan pandangannya, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah Swt yang artinya,:

“Katakanlah kepada laki-laki Mukmin, hendaklah mereka menahan pandangannya.” (TQS an-Nur : 30)

Yang dimaksud ayat ini adalah pandangan yang tiba-tiba terhadap selain wajah dan kedua telapak tangan wanita yang termasuk aurat, bukan pandangan terhadap wajah dan kedua telapak tangan.Sebab, melihat wajah dan kedua telapak tangan wanita merupakan tindakan yang dibolehkan, meskipun secara sengaja.Dalilnya adalah adanya kebolehan untuk memandang wajah dan kedua telapak tangan wanita sebagaimana yang tercantum dalam hadis mengenai Khuts’amiyah.Selain itu, Rasulullah Saw sendiri telah melihat wajah kaum wanita tatkala mereka membaiat beliau dan tatkala beliau memberikan nasihat kepada mereka.Kenyataan ini menunjukkan bahwa, yang menjadi pokok masalah adalah pandangan yang tidak disengaja terhadap anggota badan wanita selain wajah dan dua telapak tangan.

Atas dasar ini berarti tidak terdapat hadis yang menunjukkan bahwa Allah Swt telah mensyariatkan wanita Muslimah untuk mengenakan hijab atas wajahnya, sebagaimana yang diserukan oleh mereka yang berpendirian seperti ini.

Sebagaimana diketahui, wajah dan kedua telapak tangan wanita bukanlah aurat.Oleh karena itu, seorang wanita boleh  keluar menuju pasar atau melewati jalan umum menuju ke tempat mana pun dengan menampakkan wajah dan kedua telapak tangannya.Sebab, hal ini telah ditegaskan di dalam al-Quran maupun hadis. Dalam al-Quran terdapat firman Allah Swt yang artinya:

“Janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tanpak pada dirinya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (TQS an-Nur : 31)

Secara literal atau tekstual (manqul), pengertian kalimat dari ayat tersebut dikemukakan oleh ibn Abbas.Ia menafsirkan bahwa yang dimaksud ma zhahara minha (apa yang biasa tampak pada dirinya) adalah wajah dari kedua telapak tangan. Pendapat ini sejalan dengan pendapat para ahli tafsir yang lain. Ibn Jarir ath-Thabari menyatakan demikian:

“Yang paling benar dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah wajah dan dua telapak tangan”.

Imam al-Qurthubi juga berpendapat:
“Wajah dan kedua telapak tangan lazim tampak, baik dalam adat kebiasaan maupun dalam prosesi peribadatan seperti haji dan shalat. Oleh karena itu layak jika pengecualian itu dikembalikan maksudnya pada dua anggota badan ini”.

Meskipun demikian, pendapat mengenai keharusan wanita Muslimah untuk mengenakan hijab atas wajah merupakan pendapat yang Islami karena terdapat syubhah ad-dalil (sesuatu yang mirip dalil).Pendapat semacam ini telah dilontarkan oleh sejumlah pemuka mujtahid dari berbagai mazhab.Akan tetapi, harus diakui bahwa, syubhah ad-dalil yang diungkapkan oleh mereka termasuk lemah sehingga nyaris tidak relevan untuk dijadikan sebagai dalil.


Kini, tinggal satu persoalan yang masih tersisa, yakni berkaitan dengan pendapat yang dilontarkan oleh sebagian mujtahid bahwa, hijab atas wajah telah disyariatkan kepada wanita karena adanya kekhawatiran akan menampakkan wajahnya di tengah-tengah kaum pria bukan karena wajah itu aurat, tetapi karena adanya kekhawatiran akan munculnya fitnah. Pendapat semacam ini keliru ditinjau dari berbagai sisi.

Pertama, tidak ada dalil yang melarang menampakkan wajah disebabkan adanya kekhawatiran akan munculnya fitnah, baik itu dalam al-Quran, Sunnah, Ijma Sahabat, ataupun ‘illat syari’iyyah yang dapat di-qiyaskan (dianalogikan) terhadap masalah ini. Oleh karena itu, pendapat semacam ini tidak ada nilainya dihadapan syariat dan tidak diangggap sebagai hukum Islam. Sebab, hukum Islam adalah seruan asy-Syari’ (Pembuat Hukum) yakni Allah, sementara larangan untuk menampakkan wajah karena adanya kekhawatiran akan munculnya fitnah tidak berasal dari seruan-Nya. Jika telah diketahui bahwa dalil-dalil syariat dalam dalam bentuk yang mengikat, berarti ayat-ayat dan hadis-hadis yang telah membolehkan wanita Muslimah untuk menampakkan wajah dan kedua tangannya secara mutlak; tanpa persyaratan apa pun dan tanpa ada penegecualian dalam keadaan apa pun. Artinya, larangan menampakkan wajah merupakan upaya pengharaman apa yang telah dihalalkan oleh Allah Swt dan kewajiban untuk menutupinya merupakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah diwajibkan oleh Allah Penguasa semesta alam. Dengan kata lain, pendapat semacam ini, selain tidak dianggap sebagai bagian dari hukum Islam, juga bertentangan dengan hukum Islam itu sendiri yang secara jelas tercantum dalam nash.

Kedua, sesungguhnya upaya menjadikan kekhawatiran akan muncul fitnah sebagai illat melarang wanita Muslimah menampakkan wajah sekaligus untuk mewajibkan wanita Muslimah agar menutupinya, tidak terdapat dalam nash syariat mana pun, baik secara jelas (sharahatan), melalui penunjukkan (dilalatan), lewat proses penggalian (istinbathan), maupun melalui analogi (qiyasan). Artinya, tidak ditemukan adanya ‘illat syar’iyyah (alasan yang digali dari syariat). Yang ada hanyalah ‘illat’aqliyyah (alasan yang hanya diambil dari proses rasionalisasi). Padahal, ‘illat’aqliyyah tidak ada nilainya di hadapan hukum syariat. Yang diakui hanyalah ‘illat syar’iyyah, bukan yang lain. Walhasil, kekhawatiran akan munculnya fitnah tidak bisa dijadikan tolak-ukur di dalam proses penetapan larangan untuk menampakkan wajah sekaligus penetapan kewajiban untuk menutupinya. Sebab, ketetapan semacam ini tidak ditemukan dalam nash syariat.

Ketiga, terkait dengan kaidah berikut:
“Sarana yang dapat mengantarkan pada sesuatu yang haram adalah haram”.

Kaidah semacam ini tidak relevan dengan larangan untuk menampakkan wajah karena takut muncul fitnah. Sebab, kaidah ini mengharuskan adanya dua hal: (1) Sarana yang dapat mengantarkan pada sesuatu yang haram tersebut diduga kuat memang dapat menghasilkan keharaman, artinya akibat yang bakal ditimbulkannya (baca: keharaman) adalah sesuatu yang pasti dan diduga kuat tidak akan meleset. (2) Keharaman yang ditetapkan itu memang telah dinyatakan secara jelas dengan nash, bukan dengan dilandaskan pada akal.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Rasulullah Saw memalingkan wajah Fadhl dari Khuts’amiyah.Sebaliknya, beliau tidak memerintahkan Khuts’amiyah agar menutupi wajahnya, padahal wajahnya jelas terlihat.
Seandainya fitnah itu diharamkan atas orang yang membuat fitnah (sebagaimana Khuts’amiyah), maka Rasulullah Saw pasti telah memerintahkan Khuts’amiyah untuk menutupi wajahnya, karena jelas sekali pandangan Fadhl kepada wanita itu telah menimbulkan fitnah (keterpesonaan) pada dirinya.

Namun demikian, beliau tidak menyuruh Khuts’amiyah untuk menutupi wajahnya.Beliau malah memalingkan pandangan Fadhl.Kenyataan ini menunjukkan bahwa, pengaharaman tersebut ditujukan bagi orang yang melihat (pria), bukan bagi yang dilihat (wanita). 
Atas dasar ini pula, pengharaman adanya fitnah pada diri sesorang karena memandang wanita sebetulnya tidak dinyatakan dalam satu nash pun yang menetapkan adanya keharaman wanita yang menimbulkan fitnah. Bahkan, nash yang ada justru menunjukkan tidak adanya keharaman fitnah tersebut atas wanita, sehingga dengan sendirinya apa yang dapat menimbulkan fitnah itu tidaklah haram, meskipun hal itu bersifat pasti.

 Meskipun demikian, Daulah Khilafah boleh saja menerapkan suatu kebijakan sebagai upaya praktis dalam rangka mengurus umat untuk menjauhkan seseorang dari pandangan yang dapat menimbulkan fitnah.Upaya ini dilakukan untuk menghidarkan sumber fitnah di tengah-tengah masyarakat, jika memang fitnah telah menyebar secara merata pada setiap individu yang ada.Kebijakan semacam ini pernah diterapkan oleh Khalifah Umar ibn al-Khaththab terhadap Nashr ibn Hajjaj
.Ia dipindahkan ke wilayah Bashrah karena wanita terpikat oleh ketampanannya. Fenomena semacam ini bisa terjadi secara umum, baik pada pria maupun wanita.Dengan demikian, pendapat bahwa wanita haram menampakkan wajahnya karena khawatir dapat memunculkan fitnah tidak bisa diterima, maskipun munculnya fitnah tersebut sudah dipredeksikan pasti terjadi. (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham al-Ijtima'i fil Islam) .

Maka, jelaslah bahwa Muslimah wajib memakai jilbab dan kerudung sedang cadar tidak diwajibkan baginya. Wallahu a’lam bi al-shawab