Berpikir adalah sebuah aktivitas yang dimulai dari mendapatkan
informasi atas sebuah fakta melalui pancaindera, kemudian
menghubungkannya dengan informasi yang telah disimpan sebelumnya di
dalam otak. Oleh karena itu, ada tiga hal mendasar yang menentukan
kualitasnya: (1) kualitas informasi fakta; (2) informasi yang disimpan
sebelumnya; (3) bagaimana menghubungkannya.
.
Kalau saja aktivitas berpikir boleh kita bikin levelingnya, maka level 0 (terrendah), berpikir IRRASIONAL.
Pada orang yang berpikir irrasional, satu atau lebih hal mendasar yang
menentukan kualitas berpikirnya, mengalami masalah. Mungkin informasi
fakta yang diterimanya tidak akurat, atau informasi yang disimpan
sebelumnya tidak lengkap, atau menghubungkannya terburu-buru. Jadi,
pada level 0 ini, boleh jadi informasi faktanya benar, atau informasi
yang disimpan sebelumnya juga benar, tetapi kesimpulan yang
dihasilkannya sebenarnya tidak nyambung.
Dulu, di penduduk asli Hawaii
ada mitos bahwa "seseorang yang sehat, itu harus punya kutu rambut,
karena orang yang sakit, ternyata ditinggalkan kutu rambutnya". Kedua
fakta (sehat/sakit dan kutu rambut) itu benar. Tetapi menghubungkannya
salah, karena yang benar, ketika orang sakit, lalu dia demam, kutu
rambut tidak tahan berada di kepalanya. Tetapi, konklusi ini salah,
karena ada informasi yang tidak lengkap, yaitu bahwa banyak orang sehat
(di luar Hawaii) yang tidak punya kutu rambut. Di luar contoh ini,
banyak pola pikir irrasional yang bertengger di beberapa ajaran agama
& kepercayaan, juga beberapa pada dunia politik, ekonomi, manajemen
dsb.
.
Level di atasnya level (1), berpikir ILMIAH.
Berpikir ilmiah mencakup berpikir RASIONAL maupun EXPERIMENTAL.
Tergantung objeknya. Ada objek yang cukup diolah secara rasional,
misalnya mencakup matematika, astronomi, meteorologi, geologi, sejarah,
ekonomi dsb, yang sebenarnya nyaris tidak bisa diuji secara pasti,
tetapi konklusi pemikiran itu konsisten dengan fakta yang ditemukan
serta bisa untuk prediksi. Misalnya, secara rasional, jauh sebelum era
manusia bisa melihat bumi dari ruang angkasa, mereka sudah bisa
memastikan bahwa bumi ini bulat, berrotasi pada porosnya, dan
mengelilingi matahari. Tentu saja tidak semua hal bisa dipastikan
secara rasional. Karena itulah, berpikir ilmiah untuk objek-objek
tertentu juga memerlukan metode experimental - dalam kondisi
laboratorium - misalnya fisika, kimia, bioteknologi, material science,
mesin, teknik sipil dsb. Ketika sebuah objek baru bisa direkayasa
(misalnya komputer) - padahal elektron itu tidak tampak secara langsung
oleh pancaindera, maka teori tentang elektron itu menjadi sulit untuk
dinafikan.
.
Level di atasnya level (2), berpikir INOVATIF.
Berpikir inovatif adalah berpikir bagaimana sesuatu bisa menjadi
manfaat bagi orang banyak, baik itu manfaat ekonomi, manfaat
kemanusiaan, manfaat keindahan ataupun yang lain. Kadang sebuah
teknologi tidaklah terlalu canggih secara ilmiah, tetapi sebuah inovasi
mampu menjadikannya dipakai oleh ratusan juta manusia. Contoh yang
paling gampang adalah di dunia teknologi informasi. Steve Jobs
sebenarnya banyak menciptakan teknologi selain Apple, Macintosh, iphone,
ipod dan ipad. Tetapi banyak hal yang menyebabkan tidak semua
penemuannya itu dikenal orang. Demikian juga, Facebook bukan situs
jejaring sosial pertama atau satu-satunya. Google juga bukan mesin
pencari pertama atau satu-satunya. Tetapi kenapa Facebook dan Google
menjadi sangat terkenal? Karena inovatif!
.
Level selanjutnya level (3), berpikir INSPIRATIF.
Berpikir inspiratif adalah berpikir bagaimana bisa mencerahkan dan
menggerakkan manusia atau masyarakat. Mereka menjadi seolah-olah
tergerak dari dalam, bukan karena diarahkan oleh orang lain atau oleh
sistem. Biasanya yang mampu berpikir inspiratif adalah mereka yang
memiliki pengalaman hidup yang luar biasa, misalnya pernah membalikkan
situasi yang sangat memprihatinkan menjadi kesuksesan. Orang yang
berpikir inspiratif mampu menggerakkan anak muda yang tidak semangat
belajar, pengusaha bangkrut agar bangkit lagi, politisi yang sedang
difitnah lawan politiknya, hingga pengemban dakwah yang sedang patah
semangat (futur).
.
Berpikir ilmiah, inovatif dan inspiratif
sudah bisa dilakukan pada scope sangat local. Tetapi pada level
selanjutnya kita bisa berpikir lebih luas. Untuk itu kita masuk level (4), berpikir INDONESIA.
Bak negarawan, kita memikirkan bagaimana agar bangsa Indonesia ini bisa
menjadi bangsa yang bermartabat, mandiri, maju dan memberi manfaat bagi
bangsa-bangsa lain. Untuk itu apa yang harus kita ubah? kita
perbaiki? kita sempurnakan? Untuk dapat berpikir Indonesia, kita mesti
mengenal berbagai karakter bangsa Indonesia yang terdiri dari beraneka
ragam suku, tinggal di ribuan pulau, dengan berbagai situasi dan sejarah
yang membentuk adat-istiadat yang berbeda-beda. Keragaman itu adalah
sebuah fakta, bagaimana kita harus menyerap yang positif dan
menjadikannya kekuatan untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa, adalah
tantangan dalam berpikir level 4.
.
Mungkin berpikir pada
scope Indonesia juga belum cukup, apalagi saat ini dunia saling
terhubung, saling terkait. Jadi kita bisa masuk level (5), berpikir INTERNASIONAL.
Untuk dapat berpikir internasional maka kita harus memahami keragaman
tingkat dunia, termasuk sejarah, budaya, konstelasi politik dan ekonomi
internasional berikut intrik-intrik dan konspirasi yang mungkin ada.
Ini adalah berpikir yang tidak mudah, karena tidak semua informasi dapat
divalidasi atau diketahui akurasinya. Salah informasi dalam berpikir
internasional dapat menjebak seseorang ke berpikir konspiratif, yang
mensimplifikasi masalah apapun (dari bencana lokal sampai kekalahan
dalam pilkada) sebagai hasil konspirasi global. Konspirasi memang bisa
dan biasa terjadi di kancah politik atau ekonomi, tetapi tidak semua hal
dapat dipastikan. Beberapa teori konspirasi malah bisa dipastikan
keliru kalau itu melanggar hukum-hukum alam yang diketahui di dunia
ilmiah.
.
Level selanjutnya adalah level (6), berpikir IDEOLOGIS.
Ketika seseorang berpikir internasional, mungkin dia melihat sebagian
bangsa lebih maju dari yang lain dan bertanya-tanya, bagaimana mereka
bisa maju? Di sinilah dia akan bersentuhan dengan sesuatu yang lain,
bahwa kemajuan itu terkait dengan pandangan hidup (falsafah) yang
mempengaruhi pola pikir, pola sikap dan perilaku. Berikutnya, falsafah
itu juga akan berpengaruh pada sistem peraturan yang dibuat, pada
undang-undang, dan pada struktur organisasi yang diterapkan atas bangsa
tersebut. Ini adalah sebuah ideologi. Jadi berpikir ideologis
sebenarnya sangat sulit. Kita memikirkan banyak sekali hal sekaligus.
Di dunia ada beberapa ajaran yang dapat disebut ideologi, sub-ideologi,
semi-ideologi atau pseudo-ideologi. Tetapi secara umum, ajaran
kapitalisme dan sosialisme dapat disebut ideologi. Kapitalisme
sebenarnya bertumpu pada pandangan sekulerisme, yang
memisahkan agama dari perannya dalam kehidupan publik. Selanjutnya
pandangan ini memberikan kebebasan maximal dalam berbagai hal (liberalisme).
Tentu saja saja kebebasan ini dalam prakteknya harus dibatasi oleh
hukum, cuma hukum seperti apa? Karena asas sekulerisme, maka hukum tadi
- minimal secara teori - wajib dibuat bersama-sama saja oleh berbagai
kelompok (pluralisme), lahirlah demokrasi.
Dalam implementasinya, demokrasi ternyata sangat tergantung kepada
pemilik modal, dan pada akhirnya, hasil dari demokrasi berupa
undang-undang dan penguasa, semakin memperkuat posisi pemilik modal,
inilah mengapa lebih disebut kapitalisme.
.
Dan level yang tertinggi (7) adalah berpikir ISLAMI. Berpikir islami sebenarnya menempatkan Islam sebagai ideologi.
Karena syahadat seorang muslim adalah falsafah yang akan berpengaruh
pada pandangan hidup, pola pikir, sikap, perilaku, membuat
undang-undang, membuat struktur organisasi yang mengatur masyarakat,
dsb. Dia tidak hanya berpikir tentang dirinya, tetapi juga tentang
rahmat bagi alam semesta. Dia otomatis berpikir internasional,
karena semua bangsa berhak untuk merasakan indahnya Islam. Dan lebih
dari itu, dia tidak cuma berpikir dunia di masa sekarang, tetapi juga di
masa yang akan datang. Bahkan dia bisa melihat apa yang tidak
terdeteksi oleh pancaindera, yaitu dunia akherat! Berpikir Islami juga
pasti berpikir Indonesia, negeri kaya sumber
daya tetapi juga kaya potensi bencana tempat tinggal muslim terbanyak di
dunia. Berpikir Islami juga pasti berpikir inspiratif,
bagaimana menggerakkan orang yang sudah bersyariah menjadi siap
berdakwah; yang baru beribadah agar kaffah bersyariah; bahkan yang
berlum bersyahadat agar mau meyakini bahwa sesungguhnya Tiada Sesembahan
yang wajib disembah selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Nabi
dan Utusan Allah. Berpikir Islami pasti mendorong orang untuk berpikir
inovatif, karena Islam berlaku hingga akhir
zaman, tetapi tanpa ijtihad yang menghasilkan berbagai inovasi, akan
banyak persoalan manusia yang tidak mendapatkan solusi. Dan jelas,
berpikir Islami adalah berpikir ilmiah.
Karena dasar keimanan (syahadat) sudah seharusnya dicapai dengan cara
berpikir yang rasional, dan selanjutnya seperti soal malaikat atau hari
kiamat, diturunkan dari dasar keimanan secara rasional. Islam tidak
memberikan tempat untuk cara berpikir irrasional, sebagaimana mereka
yang mencampuradukkan agamanya dengan bid'ah, khurafat dan tahayul.
.#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar